Sebenernya gue engga tau mau nulis apaan, cuman lagi dan lagi hati gue berasa hancur ngeliat kelakuan manusia yang suka mengatas nama kan Tuhan dan Agama bertindak propokatif untuk menghalalkan darah manusia lainnya. Openingnya ucap salam, baca bismillah, baca sholawat tapi isinya membenarkan tindakan pembunuhan, cuy serius gue penasaran lo baca kitab apaan sih? Lo ngaji dimana sih? Kenapa agama islam semengerikan itu?
Ok, sebelumnya gue disclaimer dulu, disini gue mau ngomongin LGBT dan gue pun tidak mendukung tindakan tersebut, gue tau kalau lgbt itu dilarang oleh agama gue, itu merupakan tindakan yang salah dan Allah tidak suka dengan tindakan tersebut, tapi tidak lantas membuat diri gue merasa layak dan pantas untuk menghakimi sampai membenarkan tindakan pembunuhan bagi orang2 lgbt. Pemahaman agama yang seperti ini menurut gue keliru, manusia zaman sekarang kadang suka banget mengambil alih peran Tuhan, yang berhak menjadi Hakim atas dosa-dosa manusia itu hanya Dia Tuhan Yang Maha Esa, Nabi Luth aja ketika beliau diutus oleh Allah untuk memberikan peringatan kepada kaumnya tidak dengan cara kekerasan apalagi dengan membunuh, beliau hanya menyampaikan kebenaran dan meluruskan yang salah, dan ketika kaumnya tetap mendustakan peringatan beliau maka Allah sendiri yang membinasakan. Allah itu Rohman dan Rohim, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua makhluk ciptaanNya, Dia tidak akan langsung menghukum hambaNya yang berbuat dosa, Dia kirim seseorang yang dapat memberikan petunjuk, Dia selalu menunggu tobat dr hambaNya, Yang Maha Lembut jadi tidak pantas kalo lo menyakiti hati orang lain, berbuat dzolim tapi dengan nama Tuhan.
Salah satu tokoh agama favorite gue adalah Dr. Fahruddin Faiz, beliau dosen filsafat suaranya lembut banget, ngajinya bukan tentang pahala, halal dan haram, dan ada banyak kata-kata beliau yang gue catet di kepala ini, salah satunya beliau bilang begini. “Kita tuh manusia banyak atribut yang nempel dalam diri kita, maka untuk menjadi manusia yang beneran manusia satu per satu atribut tersebut harus dilepasin, atribut itu adalah gelar kita, jabatan kita, status sosial kita, suku kita, budaya kita, itu kita harus lepasin, jika perlu agama kita juga kita lepas dulu, cukup satu hal yang nempel pada diri kita yaitu sadari bahwa kita adalah MANUSIA. Ini supaya kita bisa menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia, supaya tidak bertindak mengambil peran Tuhan”